Satrio Shopping Belt : The Indonesian Version of Orchard Road

EXISTING CONDITION OF JALAN DR SATRIO

THE NEXT GENERATION OF JALAN DR SATRIO

LEGEND :
1. Kuningan City || Mixed Use || U/C
2. Bank Nisp Tower || Office || Built
3. Mall Ambassador || Mall || Built
4. ITC Kuningan || Mall || Built
5. Mega Kuningan Land || Mixed Use || Pro
6. Menara Bank Danamon || Office || Built
7. Sommerset Grand Citra || Apartment || Built
8. Ciputra World Lot 3-5 || Mixed Use || U/C
9. Ciputra World Lot 11 || Office & Condo || App
10. Ciputra World Lot 6 || Office & Condo || App
11. Ciputra World Lot 4 (6) || Office & Condo || App
12. Metropolitan Complex || Office || U/C
13. Sampoerna Strategic Square || Office & Golf Course || Built
14. Menara Satrio / Menara Stanchart || Office || Built

U/C = Under Construction
App = Design sudah di approve dan siap di bangun

Orchard Road Versi Kuningan Jakarta
Apr 1 2008, 3:26 AM

by Hilda Alexander

Setelah sempat vakum pengembangan selama lebih kurang lima tahun, gagasan besar Sabuk Wisata dan Belanja Internasional Koridor Satrio (Satrio Shopping Belt) yang dirintis sebelas tahun lalu, mulai memperlihatkan wujud konkretnya.

Grup Agung Podomoro dan PT Ciputra Property Tbk., akan segera merealisasikan megaproyek Kuningan City dan Ciputra World Jakarta, sebagai partisipasi membangun ’Orchard Road’ versi Jakarta ini. Menyusul Grup Asiatic yang membangun Asiatic Tower dan agresifitas PT Duta Pertiwi Tbk yang telah lebih dulu menggarap Ambassador-Kuningan Superblock. Proyek tersebut mulai dibangun pada 2000 dan resmi beroperasi 2003. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa PT Duta Pertiwi Tbk dan Grup Asiatic., pengembang pertama yang mampu merampungkan komitmennya dalam merintis eksistensi Satrio Shopping Belt ini.

Kecuali Grup Agung Podomoro yang datang belakangan, PT Ciputra Property Tbk merupakan salah satu pelopor yang telah memberikan konfirmasi untuk bergabung dalam proyek ini. Hanya, baru sebagian kecil yang terwujud karena terantuk krisis ekonomi 1997/1998. Mereka baru merampungkan Somerset Grand Citra Serviced Apartment pada 1995. Kompleks apartemen ini berlokasi di kavling satu (lot 1) Jl Dr Satrio. Menempati lahan seluas 1,1 Ha, terdiri atas dua menara yang masing-masing berisi 163 unit serviced apartment dan 142 unit kondominium.

Sekadar informasi, PT Ciputra Property Tbk, Grup Asiatic dan PT Duta Pertiwi Tbk., tergabung dalam sembilan pengembang yang mendapat ijin membangun di koridor Satrio Shopping Belt yang diresmikan mantan Gubernur DKI Suryadi Sudirja, pada 31 Agustus 1997 silam. Enam pengembang lainnya adalah, PT Danamon, PT Mega Kuningan, PT Jakarta Setiabudi International Tbk., PT Putera Surya Perkasa, Jakarta Land, serta Hatmohadji dan Kawan Group (Grup Haka).

Sebetulnya, yang tertarik mengembangkan Satrio Shopping Belt ini tidak hanya sembilan pengembang tersebut di atas. Menurut catatan Properti Indonesia, terdapat 20 pengembang yang berminat. Di antaranya Grup Mayapada, Grup Pikko, Grup Bentala Sanggrahan, dan lain-lain. Yang terakhir, lebih beruntung, karena mendapat ijin lokasi menggarap lahan tepat di ujung Jl Dr Satrio-Jl Cassablanca. Tak mau kehilangan momen, Grup Bentala Sanggrahan ikut merilis proyek raksasanya yang bertajuk Kota Kasablanka.

Satrio Shopping Belt saat itu memang menjadi agenda utama para pebisnis properti. Lokasinya strategis, berada di jantung kawasan Segi Tiga Emas Thamrin-Gatot Subroto-Sudirman. Dus, harga lahannya masih murah, berpotensi mendongkrak kenaikan investasi yang tinggi. Didukung infrastruktur yang untuk kondisi saat itu memang cukup memadai.

Satrio Shopping Belt sejatinya dirancang sebagai awasan wisata dan belanja yang membidik pasar regional Asia-Pacific. Terinspirasi kesuksesan Orchad Road di Singapura yang mampu menyedot turis dan pengunjung asing, khususnya dari Indonesia. Berbentuk koridor sepanjang 1,6 km. Terbentang dari perpotongan Jl Sudirman-Jl Dr Satrio (Karet Kuningan-Kuningan Selatan) hingga mulut Jl Cassablanca. Konsep ini mengemuka pasca beroperasinya Jl Cassablanca sebagai akses alternatif yang mengoneksi Jl Dr Saharjo dan Jl Jend Sudirman untuk mengurai kemacetan di Jl Gatot Subroto serta dibukanya kawasan Mega Kuningan sebagai sentra bisnis dan kantor perwakilan negara-negara asing.

Mohammad Danisworo, Ketua Tim Pembuat Urban Design Guide Lines (UDGL), mendesain Satrio Shopping Belt dengan penekanan pada akses ruang publik. Tidak hanya bangunan masif komersial yang diakomodasi, publik pun diberikan perlakuan istimewa. Para pejalan kaki akan dimanjakan, dijamin keamanan dan kenyamanannya dengan rancangan pedestrian selebar 11,5 meter dan ditata secara khusus. ”UDGL ini berfungsi sebagai acuan pembangunan bagi semua pengembang dan pemilik lahan bila ingin membangun properti di koridor ini,” tandas Danisworo.

Diwarnai Akuisisi

Membumikan gagasan besar, memang tidak mudah. Butuh keseriusan dan persiapan matang dalam hal pendanaan serta komitmen tinggi untuk delivery tepat waktu. Kedua faktor inilah yang tak bisa dipenuhi oleh sebagian besar pengembang-pengembang tersebut di atas. Jadi, lupakanlah soal krisis 1997/1998 yang multidimensi. Toh, sebelum force majeur itu terjadi, Grup Asiatic dan PT Ciputra Property Tbk., bisa mengembangkan sebagian land bank mereka di koridor ini.

Bagaimana dengan yang lain? Aset-aset lahan itu mayoritas masuk dalam pengelolaan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yang kini bersalin rupa jadi Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Sebut saja PT Putera Surya Perkasa. Lahan miliknya seluas 2,9 Ha cukup lama berada di tangan BPPN, sebelum kemudian diakuisisi Grup Agung Podomoro.

Senasib sepenanggungan dengan Grup Bentala Sanggrahan. Kendati fondasi dan konstruksi basement Kota Kasablanka-nya sudah berdiri, namun tak bisa menghindari dahsyatnya badai krisis. Mereka tidak mampu meneruskan proyek ini karena meroketnya harga bangunan plus ketidaksanggupan melunasi kredit bank. Hingga akhirnya Kota Kasablanka menjadi pasien BPPN.

Tidak seperti PT Ciputra Property Tbk yang memilih untuk merestrukturisasi utangnya, Grup Bentala Sanggrahan justru kelimpungan, mati sebelum berkembang. Kota Kasablanka pun berpindah tangan. Ia kini dimiliki Grup Pakuwon yang merencanakan rekonstruksi pada 2007 lalu.

Lantas PT Mega Kuningan dengan impian raksasa Mega Kuningan seluas….Ha. Konsep megaproyek yang maunya menghimpun semua kantor kedutaan asing dalam satu area (embassy within the city), boleh dibilang gagal total. Yang terjadi malah obral lahan besar-besaran. Sudah banyak lot-lot milik PT Mega Kuningan berganti tuan, meski sebagian lagi ada juga yang disewakan. Di antara pemilik ’berjamaah’ itu antara lain Grup Dua Mutiara, PT Perdana Gapuraprima Tbk., PT Duta Putera, sekadar menyebut contoh.

Sementara PT Jakarta Setiabudi International Tbk., memilih sikap bisnis konservatif dan hati-hati. Lahan seluas 3,8 Ha miliknya yang berada tepat di seberang Ambassador-Kuningan Superblock, belum juga digarap. Padahal, momentum kebangkitan properti pasca krisis sudah terjadi sejak 2002 lalu. Simak penuturan Presiden Direktur PT Jakarta Setiabudi International Tbk., Jeffri Darmadi berikut ini, ”Rencana akan tetap berlanjut, tapi dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan. Dengan kondisi subprime mortgage, credit crunch, dan market condition, tidak feasible bila kamu harus ikut membangun proyek besar-besaran saat ini. Sementara ini kami cenderung membangun life style retail area yang sifatnya medium term,” ujar Jeffri panjang lebar.

Sekarang, mereka justru tengah sibuk menggodok rencana pembangunan automall di Sudirman Central Business District (SCBD) yang dijadwalkan terealisasi dalam waktu 3 tahun ke depan. Apa nama malnya? Jeffri mengelak menjawab, alasannya masih dalam proses evaluasi dan detil proyek belum final.

Harus ditata lebih baik

Upaya untuk menjadikan koridor Satrio sebagai tujuan wisata regional bahkan internasional, perlu didukung. Pengamat industri properti, Bayu Utomo mengatakan, “Kita perlu mengembalikan tingkat kedatangan pengunjung, terutama dari negara-negara tetangga, ke Jakarta (Indonesia), yang belum kembali ke tingkat sebelum krisis moneter terjadi. Kita perlu menyokong upaya yang bisa mendatangkan devisa untuk Indonesia,” ujarnya.

Namun demikian konsep seperti ini perlu dipikirkan dan direncanakan secara matang oleh pihak-pihak terkait, termasuk Pemerintah DKI sebagai perencana kota dan pembangunan infrastruktur, dan swasta (REI, para pengembang). Tidak bisa hanya mengandalkan kondisi infrastruktur saat ini untuk menjadikan koridor Satrio tersebut menjadi sabuk wisata seperti Orchard Road Singapura. Dengan kondisi properti yang ada saat ini saja di koridor tersebut terjadi kemacetan yang luar biasa. Apalagi kalau ditambah bangunan-bangunan baru. “Jaringan transportasi publik pendukung seperti bis, monorel dan MRT perlu diintegrasikan sehingga memberikan kenyamanan bagi pengunjung sabuk wisata ini. Plus area parkir yang representatif pada masing-masing bangunan baru. Perlu dibuat, agar para pengunjung bisa nyaman masuk ke luar properti komersial di sepanjang koridor, tanpa perlu sibuk memikirkan parkir kendaraan pribadinya,” imbuh Bayu.

Menyadari potensi sekaligus hambatan fundamental itu, para pengembang pun akhirnya mau tunduk pada UDGL yang telah dibuat. Presiden Direktur PT Arah Sejahtera Abadi (pengembang Kuningan City) Handaka Santosa memberikan garansi, pihaknya menaati peraturan. “Kami tak hanya membuat mlutilevel carpark yang berkapasitas lebih dari 3.000 kendaraan, juga pedestrian di dalam dan luar area proyek,” katanya.

Hal yang sama diungkapkan Direktur PT Ciputra Property Tbk., Artadinata Djangkar. Desain arsitektur Ciputra World Jakarta dirancang environmental and community friendly. “Kami membuat pedestrian selebar 11 meter. Enam meter di antaranya pedestrian untuk umum, yang dihitung dari garis sempadan jalan hingga ‘pagar’ proyek,” imbuh Arta.

Apabila konsep Satrio Shopping Belt yang bisa menarik pengunjung regional ini terealisasi, potensi pengembangan properti komersialnya luar biasa. Karena catchment area untuk pembangunan ritel akan menjadi jauh lebih luas daripada hanya mengandalkan potensi pengunjung dari sekitar lokasi.

Pengembangan sabuk wisata dan belanja yang didukung oleh fasiltas pedestrian yang nyaman juga akan memicu pertumbuhan street shops, ruang-ruang di lantai dasar bangunan mixed use yang bisa menjadi pertokoan komersial. Kemungkinan zero setback, garis sepadan tepat berada di tepi koridor pedestrian, juga bisa terjadi.

Bayu memaparkan, akan muncul efek domino kepada sektor-sektor properti lain seperti perhotelan dan kondominium. Untuk industri perhotelan, saat ini di Jakarta masih cukup parah kinerjanya, karena mayoritas bergantung pada tamu dengan tujuan bisnis. Bila Satrio Shopping Belt ini bisa terlaksana, diharapkan profil tamu dengan tujuan wisata akan lebih berimbang, dan menambah permintaan ruang hotel secara keseluruhan. “Demikian juga untuk pasar sewa apartemen, potensi permintaan akan meningkat, karena para tamu yang berkeluarga akan lebih nyaman dan ekonomis bila menyewa apartemen dengan 2-3 kamar, dibandingkan dengan menyewa beberapa kamar hotel,” tandas Bayu.

_______________________________________________________________________
Menurut saya , prospek kedepannya jelas akan mengalahkan orchard road.. seperti yg kita tahu, orchard road hanya terdiri dari toko menengah dan sedikit supermall

sedangkan disini, semuanya di bangun supermall , SEPANJANG JALAN,
jelas hal ni akan menguntungkan pihak jakartta untuk turisme , ( airport di benahind ulu tapinyaaa)

aku rasa perlu 2 hari untuk menjelajahi mall di satrio ini

Leave a comment